Undangan hajatan (ilustrasi) |
Indonesia kaya akan budaya, oleh sebab itu Islam masuk ke tanah jawa (pada khususnya) melalui pendekatan budaya yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Walisongo. Budaya-budaya yang tumbuh di dalam masyarakat tidak ditentang, selama tidak menyelisihi ajaran islam, bahkan budaya yang menyimpang pun di modivikasi agar budaya tersebut tetap dapat dilestarikan. Seperti wayang kulit yang di modivikasi olehh Sunan Kalijaga sehingga tidak menyerupai makhluk hidup.
Salah satu budaya yang tetap lestari di masyarakat madura adalah budaya selamatan atau hajatan. Budaya ini pada mulanya dari kebiasaan masyarakat hindu yang memiliki kebiasaan membawa makanan dan meletakkan ke tempat-tempat sepi, seperti kuburan, perempatan, dan pohon-phon rindang. Akan tetapi kebudayaan ini kemudian dimodivikasi agar tidak menyalahi ajaran Islam yakni mengundang para tetangga dan kerabat untuk menjamu mereka sebagai bentuk shadaqah.
Shadaqah dapat menolak balak dan mara bahaya. Sehingga acara-acara semacam ini kemudian dijuluki “Selametan” yang mana tujuannya untuk memohon keselamatan kepada Allah swt dengan cara bershadaqah atau memberi makan tetangga dan kerabat dekat.
Tetapi yang menarik dalam pembahasan ini adalah dalam tata cara penghidangan makanan. Sebelum undangan hadir ke tempat acara, di tempat duduk biasanya telah disediakan makanan berbungkus (plastik atau tas) untuk dibawa pulang nanti setelah acara, serta ada sedikit kue atau camelan dan teh untuk dimakan saat bersantai sebelum acara dimulai.
Acara pun dimulai saat undangan telah semuanya hadir atau telah sampai pada waktu yang ditentukan Pembacaan doa-doa pun terlaksana dengan khidmat. Setelah acara selesai, pelayan tuan rumah akan mengeluarkan hidangan berupa nasi dan lauk khas daerah ini, yaitu jika daging sapi diberi kuah bening dengan rempah-remoah khas daerah ini, apabila daging ayam maka dimasak dengan kuah santan tentu dengan rempah-rempah khas daerah ini pula.
Hidangan yang disajikan cukup banyak dan dapat dipastikan tidak akan habis dimakan untuk satu orang, sehingga orang-orang luar daerah menyebutnya dengan “Nasi Gunung” karena bentuknya yang menyerupai gunung. Hal itu sengaja dilakukan agar nanti sisanya dapat dibawa pulang.
Setelah dirasa kenyang, mereka kemudian memasukkan hidangan tadi ke dalam tas atau (plastik) kresek yang telah disediakan sebelumnya yang disebut “Taker”. Taker adalah suatu makanan yang dibawa pulang sebagai oleh-oleh dari acara selamatan. Orang-orang juga biasa menyebutnya dengan istilah “Berkat”, berasal dari kata barokah yang mana barokah berarti tambahan kebaikan. Jadi, berkat merupakan tambahan dari rejeki yang di dapat saat acara dan dibawa pulang.
Tidak semua masyarakat madura melakukan tradisi seperti ini, jadi apabila datang dalam suatu acara selamatan atau hajatan maka biasanya diakhir acara tuan rumah berkata, “Tak langkong jha’ pakareh!” yang maksudnya, “Mohon jangan disisakan!. Tradisi seperti ini biasanya dilaksanakan oleh masyarakat daerah Kabupaten Sumenep bagian barat (Sekitar Kecamatan Pragaan). Bagaimana dengan daerahmu? Ceritakan!!